Skip ke Konten

Hari Guru dan Peran Pustakawan: Memaknai Pendidikan sebagai Tanggung Jawab Kolektif

oleh: Sirajuddin S.Pd.I., S.IPI., M.Pd (Kepala UPT Perpustakaan IAIN Parepare)

Hari Guru sebagai Momentum Refleksi Tugas Mendidik

Peringatan Hari Guru Nasional setiap 25 November bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum refleksi yang memperdalam makna tugas mendidik dan mengajar. Dalam banyak penelitian, guru disebut bukan hanya penyampai materi, tetapi “pengawal pertumbuhan peserta didik” (Chatib, 2024). Guru turut membangun karakter, etika, kemandirian belajar, serta semangat belajar sepanjang hayat (lifelong learning) sebagaimana ditekankan UNESCO (2023).

Oleh karena itu, Hari Guru dapat menjadi pengingat bahwa tugas mendidik tidak berhenti pada transfer ilmu, tetapi juga menumbuhkan kepedulian terhadap perkembangan peserta didik secara holistik, baik berstatus guru tetap maupun sebagai guru paruh waktu (Hidayat, 2024). Refleksi ini mengingatkan kita pada prinsip Ki Hajar Dewantara: ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani, yang relevan di abad 21 (Nugraha & Sari, 2023).

Dengan demikian, Hari Guru bukan hanya untuk apresiasi, tetapi juga penyegaran komitmen agar pendidik lebih peka terhadap kebutuhan belajar siswa dan tantangan zaman.

Pustakawan sebagai Pendidik di Luar Kelas

Di luar profesi guru, ada pihak lain yang sesungguhnya menjalankan fungsi “mendidik”—salah satunya pustakawan. Secara normatif, Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 menegaskan bahwa perpustakaan adalah sumber belajar dan pustakawan adalah tenaga profesional yang bertugas melakukan layanan pendidikan, bimbingan, literasi, pengembangan koleksi, dan diseminasi informasi (UU 43/2007, Pasal 3–18).

Ketika seseorang memasuki perpustakaan dan membaca standar layanan, tata tertib, hingga alur peminjaman, sesungguhnya ia sedang menjalani proses edukasi tidak langsung. Selain itu, adanya kegiatan “bimbingan pemustaka” atau pendidikan pengguna (user education) merupakan bentuk langsung dari proses pengajaran yang dilakukan pustakawan kepada masyarakat pemustaka (Rahmawati, 2023).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pustakawan memiliki peran signifikan dalam keberhasilan literasi informasi mahasiswa, termasuk melalui penyediaan koleksi berkualitas, klinik penulisan skripsi, serta pelatihan akses jurnal ilmiah (Mahmudah, 2025; Suriadi & Hapsari, 2024). Hal ini selaras dengan pendapat Michael Gorman yang menyatakan bahwa “pustakawan adalah guru yang bekerja melalui informasi.”

Dalam praktiknya, pustakawan tidak hanya mengajari cara mencari informasi, tetapi juga mendampingi pemustaka mengolah, menilai, dan mengelola informasi agar dapat menghasilkan karya tulis, laporan ilmiah, hingga buku. Inilah perwujudan konsep perpustakaan sebagai growing organism (Ranganathan, dalam Widyaningsih, 2023): suatu institusi yang tumbuh bersama perkembangan pengetahuan dan masyarakatnya.

Literasi sebagai Pilar Kemajuan Bangsa

Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki budaya literasi kuat. Budaya literasi hanya tumbuh melalui pembiasaan mencari, mengelola, dan menggunakan informasi secara bertanggung jawab (Wulandari, 2024). Di era digital, tantangan literasi semakin kompleks mulai dari hoaks, informasi berlebih, hingga rendahnya kemampuan evaluasi sumber (Syafrina, 2025).

Perpustakaan dan pustakawan menjadi garda depan dalam membangun literasi informasi dan literasi digital, dua keterampilan utama abad 21 menurut OECD (2024) dan UNESCO (2025). Pustakawan tidak hanya menyediakan bahan bacaan cetak dan digital, tetapi juga membimbing pemustaka memahami cara menilai kredibilitas sumber, menggunakan database ilmiah, dan memanfaatkan teknologi informasi secara aman (Latif & Hasanah, 2024).

Berbagai penelitian membuktikan bahwa keberadaan perpustakaan aktif dan pustakawan kompeten berbanding lurus dengan meningkatnya minat baca, kemampuan berpikir kritis, serta kualitas karya tulis akademik (Ningsih, 2023). Dengan demikian, pustakawan berperan langsung dalam mencerdaskan bangsa sebagaimana amanat Undang-Undang Perpustakaan.

Kesimpulan dari opini ini bahwa, Hari Guru adalah momen menyadarkan kita bahwa tugas mendidik tidak hanya milik guru di ruang kelas. Pustakawan, melalui perpustakaan, juga menjalankan fungsi pendidikan fundamental: menumbuhkan literasi, membimbing pemustaka, dan menyediakan sumber belajar. Di tengah tantangan informasi digital, sinergi antara guru dan pustakawan menjadi semakin penting untuk membentuk generasi literat, kritis, dan berdaya saing.

 

di dalam Artikel
BUKU YANG PULANG KE RUMAH ILMU
Alfiansyah Anwar-an feature naratif-