Pergantian tahun masehi sering kali hanya menjadi rutinitas kalender dan pemancangan target kinerja di atas kertas. Namun, bagi civitas akademika IAIN Parepare, ambang tahun 2026 ini terasa lebih bermakna sekaligus menantang. Kita melangkah dengan identitas baru yang membanggakan namun sarat beban moral: Akreditasi Unggul.
Momentum ini kian istimewa karena berpadu dengan semangat Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-80 yang mengusung tema: "Umat Rukun dan Sinergi, Indonesia Damai dan Maju". Tema besar ini harus menjadi ruh dalam setiap helai pelayanan kita. Namun, di tengah euforia ini, sebuah pertanyaan besar bagi kita semua: apakah semangat kerukunan, sinergi, dan keunggulan itu telah benar-benar mendarah daging dalam nadi pelayanan administrasi kita, ataukah hanya sekadar stempel administratif di atas lembar borang?
IAIN Parepare berdiri kokoh dengan visi menjadi "Pusat Akulturasi Budaya dan Islam dalam Membangun Masyarakat yang Religius, Moderat, Inovatif, dan Unggul". Sebagai institusi yang tumbuh di jantung budaya Bugis serta bernapas dalam denyut Parepare sebagai Kota Cinta dan Kota Santri, visi akulturasi tersebut kita ejawantahkan melalui tetralogi filosofi: Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge, dan Sipakamasemase. Di tengah tuntutan kampus unggul yang mengedepankan layanan administrasi serba cepat, digital, dan otomatis (by system), prinsip-prinsip inilah yang menjadi jangkar agar birokrasi kita tidak kehilangan ruh kemanusiaannya.
Sipakatau (Saling Memanusiakan) adalah fondasi utama dalam pelayanan administrasi. Kampus berpredikat Unggul harus membuktikan bahwa mahasiswa bukanlah deretan angka NIM atau objek administratif semata. Prinsip ini adalah manifestasi dari motto IAIN Parepare, yaitu "Malebbi warekkadana makkiade’ ampena" santun dalam bertutur dan sopan dalam berperilaku. Disinilah Manajemen mutu layanan memastikan staf tidak hanya bekerja sesuai aturan, tapi juga memberikan kenyamanan bekerja dengan keramahan dan kesantunan kepada mahasiswa dan seluruh Civitas akademika.
Dalam standar "Unggul", layanan administrasi tidak boleh lagi sekadar berada pada level "baik" atau "sangat baik". Kita harus menghadirkan layanan yang memprioritaskan keramahan dan empati; memastikan setiap kendala administrasi mahasiswa mendapatkan solusi yang beradab sebagaimana pesan Rasulullah SAW: "Khairunnas anfa’uhum linnas" (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya).
Selanjutnya, Sipakalebbi (Saling Memuliakan) menjadi kunci dari sinergi birokrasi. Sesuai semangat HAB ke-80, kemajuan hanya bisa dicapai jika kita saling menghormati peran satu sama lain, dimulai dari meja kerja kita sendiri. Sebagai masyarakat di Kota Santri, menjunjung tinggi kehormatan rekan sejawat adalah kewajiban moral yang mendukung terciptanya masyarakat yang religius dan moderat. Sinergi di lingkungan tata usaha hanya akan terwujud jika kita menanggalkan ego sektoral dan menghargai sekecil apa pun kontribusi staf maupun pimpinan dalam menjaga kualitas pelayanan publik.
Namun, predikat Unggul juga menyimpan risiko lahirnya zona nyaman. Di sinilah Sipakainge (Saling Mengingatkan) berperan sebagai mekanisme kontrol sosial yang konstruktif. Kita butuh keberanian untuk saling menasihati secara santun jika standar pelayanan mulai menurun atau integritas mulai tergadaikan oleh rutinitas. Sipakainge adalah bentuk kasih sayang profesional guna memastikan setiap langkah administratif kita tetap inovatif dan istiqomah pada jalur regulasi serta nilai-nilai akhlakul karimah.
Terakhir, Sipakamasemase (Saling Mengasihi) menjadi penyempurna harmoni di era digital. Meski proses administrasi kini telah bermigrasi ke ruang siber, kita tidak boleh bekerja layaknya robot yang dingin. Di Kota Cinta ini, kepedulian harus menjadi napas dalam setiap layanan. Teknologi hanyalah alat, namun ketulusan melayani adalah ruh yang membuat mahasiswa merasa didukung secara utuh dalam ekosistem yang hangat.
Tahun baru ini adalah titik tolak untuk mengubah kerja keras menjadi resolusi pengabdian yang nyata. Predikat Unggul harus kita ejawantahkan dalam setiap produk administrasi tanpa kecuali. Bukan hanya tentang kemegahan gedung, tetapi tentang seberapa konsisten kita mempraktikkan keseimbangan antara hak individu dan tanggung jawab sosial dalam setiap tugas harian.
Mari kita satukan profesionalisme ASN dengan keluhuran filosofi Bugis, visi akulturasi budaya, dan semangat HAB ke-80. Mari melangkah dengan tekad: melayani dengan hati, bekerja dengan sistem, dan bersinergi dengan rasa hormat. Semoga pengabdian kita di IAIN Parepare menjadi Sajadah panjang pengabdian kita kepada Allah yang membawa kemaslahatan bagi umat, bangsa, dan negara.
SRJ.