Tahun 2025 akan segera berakhir dan kita akan memasuki tahun baru 2026. Setiap kali menjelang pergantian tahun, kita biasanya banyak menaruh harapan agar kehidupan di tahun baru lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Ada harapan tapi juga sekaligus ada kecemasan.
Menjelang pergantian tahun, sikap yang baik adalah selalu introspeksi diri atau mengevaluasi diri. Sikap itu diperlukan guna menimbang sejauhmana kita produktif bekerja dan sejauhmana kita bisa memperbaiki kualitas hidup di masa mendatang. Mengevaluasi diri juga penting untuk merenungi mengapa begitu banyak bencana datang menimpa bangsa kita.
Setidaknya evaluasi yang kita lakukan dapat menjadi landasan untuk mengambil sebuah keputusan secara cermat dan tepat. Karena tanpa evaluasi diri sangat mungkin kita akan mengambil keputusan atau tindakan yang salah di masa mendatang. Dan, jika hal itu terjadi, maka kita berarti telah mengambil keputusan sia-sia, yang pada gilirannya berdampak pada kemaslahatan bersama.
Ibarat mendirikan bangunan, perencanaan harus dibuat sematang mungkin. Seberapa dalam fondasi bangunan, penyangga bangunan, struktur bangunan, hingga atap bangunan. Tanpa sebuah perencanaan, bisa jadi sebuah bangunan akan muda roboh dan ambruk seketika.
Evaluasi diri bagi pegawai misalnya, baik selaku pribadi maupun pelayan publik, juga akan membantu untuk menguatkan integritas dan profesionalitas pekerjaan. Sebab, dalam melakukan sebuah pekerjaan, kita tidak sedang berada di ruang privasi tetapi berada di ruang publik di mana produktivitas akan dinilai. Bukan saja oleh publik yang kita layani melainkan juga oleh atasan kita masing-masing.
Evaluasi diri pada dasarnya untuk menilai kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri kita meski di antara kita memiliki sejumlah potensi. Namun, potensi mana yang dapat dikembangkan secara efektif sangat bergantung kepada seberapa banyak evaluasi diri dilakukan.
Sebagai makhluk Tuhan atau umat beragama, kitab suci mengajarkan tentang pentingnya manusia melakukan evaluasi diri secara terus menerus. Dalam terminologi ajaran Islam, misalnya, evaluasi diri itu sering disebut dengan muhasabah. Hal ini sebagaimana disinggung dalam hadis Rasulullah Saw. Dari Syadad bin Aus r.a dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Orang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Swt.” (HR Imam Turmudzi. Ia berkata, “Hadis ini adalah hadits hasan”).
Hadis di atas menggambarkan urgensi muhasabah dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridlaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tathbiq), dan evaluasi diri (muhasabah).
Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak berangan.
Hadis Rasulullah, “Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.” Ungkapan sederhana ini menggambarkan sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga kehidupan setelah kematian.
Seorang muslim tidak seharusnya berwawasan sempit dan terbatas, seperti sekadar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun, lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi. Sukses adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang rela mengorbankan keinginan duniawinya demi tujuan yang lebih mulia, yakni “kebahagian kehidupan ukhrawi”.
Dalam al-Qur’an, Allah Swt seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di antaranya adalah dalam QS. al-Hasyr ayat 18-19. Muhasabah atau evaluasi diri atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah Saw, sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah Saw juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation.
Hasil temuan ISO tidak ada apa-apanya tanpa ada RTL, RTL tidak berarti apa-apa tanpa ada action, demikian hasil intropeksi tanpa perubahan sama halnya Kembali nol yang Artinya, setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw dengan sabdanya dalam hadis di atas: “…dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.” Potongan hadis yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah Saw langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa ada tindak lanjut atau perbaikan.
Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadis di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah Saw mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa mengevaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya, yaitu kehidupan akhirat. Evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.
Sementara kegagalan, disebut oleh Rasulullah Saw dengan “orang yang lemah”, memiliki dua ciri mendasar. Pertama, orang yang mengikuti hawa nafsunya dan membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, serta tidak ada action plan sama sekali, terlebih untuk mengevaluasi diri dalam perjalanan hidupnya. Kedua, memiliki banyak khayalan, seperti “berangan-angan terhadap Allah”. Maksudnya, sebagaimana dikemukakan Imam Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pemah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Urgensi/signifikan evaluasi diri
Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadis di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah. Pertama, mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan: “Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (Yaumul Hisab). Karena hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya selama di dunia.”
Sebagai sahabat yang dikenal “kritis” dan visioner, Umar memahami benar urgensi ungkapan di atas. Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di Hari Akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka ia pun memerintahkan agar kita menghisab diri sebelum mendapatkan hisab dari Allah Swt. Kedua, Maimun bin Mihran r.a. mengatakan, “Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya”.
Maimun bin Mihran merupakan seorang tabi’in yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliau pun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa hingga menghisab dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Orang bertakwa pasti memiliki visi untuk mendapatkan ridla Allah.
Ketiga, urgensi lain dari muhasabah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah Swt dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya. Allah Swt menjelaskan dalam al-Qur’an, “Dan tiap-tiap mereka akan datang pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri”, (QS. Maryam: 95 dan QS. al-Anbiya: 1).
Dengan demikian, maka muhasabah pada diri kita sendiri menjadi suatu keharusan yang tidak boleh diabaikan. Dan, menjadi penting pula bila muhasabah dilakukan di setiap penghujung tahun. Harapannya, di tahun baru nanti kita ingin menjadi pribadi yang baik dan bahkan lebih baik di tahun-tahun sebelumya.
Pribadi yang baik berarti kita lebih produktif bekerja (bukan pemalas) sebagai bekal kehidupan di dunia. Pribadi yang baik lainnya adalah bagaimana kita dapat memperbaiki ibadah kita kepada Allah Swt untuk bekal kehidupan di akhirat kelak. Semoga.
SRJ